OE UKI: Tanda Awal Nenek Moyang Nope Menjadi  Raja Amanuban

David Imanuel Boimau, A.Md (Anggota DPRD Kabupaten TTS asal Fraksi HANURA)

CERITA SEJARAH/MELAWAN LUPA (EDISI I)

Oleh: David I. Boimau, A.Md

Saya akhirnya bisa sampai ke tempat penuh sejarah bernama “Oe Uki”.

Walaupun harus bercucuran keringat karena berjalan kaki cukup jauh, namun niat-ku untuk berkunjung ke tempat itu memberikan-ku semangat untuk melawan rasa lelah di badan.

Oe Uki sendiri terletak di Desa Tesiayofanu, Kecamatan Kie, Kabupaten TTS. Tempat ini dijaga oleh keluarga Missa.

Dikisahkan dahulu kala, Nope dan Isoe (Isu) diterima oleh Raja Amanatun Nunkolo dan menikah dengan putri dari Raja Nunkolo. Nope menikah dengan puteri Raja Nunkolo bernama Bi Fnatoen Banunaek dan Isoe kawin dengan saudarinya Radja Amanatun bernama Bi Tae Banunaek alias Tae Kolo sehingga Nope disebut “Manuke” dan Isu disebut “Mnasi” karena kawin dengan tantenya bi Fnatun Banunaek.

Setelah menikah dengan putri raja, Nope dan Isoe wajib memberikan persembahan setiap tahun kepada Raja Amanatun sebagai wujud rasa hormat kepada mertua dan saudara kandung isteri-istrinya. Persembahan yang harus dibawa setiap tahun adalah padi, jagung, tebu, pisang dan hewan.

Penulis saat berada di salah satu sumber mata air “Oe Uki” yang sejuk dan rasanya beda dengan air mineral pajangan.

Suatu saat, persembahan yang dibawa oleh Nope dan Isoe sangat jelek. Hal ini membuat Raja Amanatun sangat marah kepada keduanya.

Melihat sang raja marah, Nope dan Isu meminta restu kepada raja untuk bisa keluar dari Amanatun mencari persembahan yang baik dan jika dapat baru kembali persembahkan kepada raja.

Nope dan Isu keluar dan berjalan ke Toenbesi (Tunbesi), tempat awal mula Nope bersama 4 (empat) suku Tenis, Asbanu, Nubatonis dan Nomnafa berdomisili sebelum Nope kembali ke Kupang. Tempat ini ditunjuk oleh Raja Belu dengan menyebutnya “Toet Besi/Tutbesi/Tunbesi”.

Waktu mereka mau pergi ke Tunbesi, maka mereka membawa anakan pisang dan membawa air dalam satu tempat. Sesampainya di Oe Uki, mereka menanam pisang dan setengah air yang dibawa, lalu berjanji: “Kalau Tunbesi itu tempat yang baik buat saya berdiam dan membawa rezeki, pisang ini akan hidup (Uki No Ha, Oe Lua Hau) saat saya pulang dari Tunbesi”.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan dan sampai di Oenai mereka menanam air yang sisa dan berjanji: “Jika saya akan jadi Raja di Tunbesi, saya pulang dari Tunbesi, engkau air mesti hidup, supaya saya mengerti” (disadur sesuai bahasa aslinya).

Penulis berada di salah satu pancuran “Oe Uki”

Sampai di Tunbesi, mereka bertemu dengan 4 suku yakni Tenis, Asbanu, Nubatonis dan Nomnafa yang ditinggalkannya kala itu masih ada. Tapi ke empat suku ini sudah tidak mengenal lagi Nope karena dia datang bersama Isu.

Kemudian keduanya kembali dan singgah memeriksa air yang ditanam di Oenai yang ternyata telah menjadi mata air hidup. Lalu tempat itu dinamai Oenai/Air Raja.

Lalu keduanya singgah memeriksa pisang dan air yang ditanam pertama kali. Ternyata pisang dan air yang pertama kali ditanam juga hidup. Pisang itu sudah ada 4 (empat) daun dan air itu mengalir terus. Sehingga tempat itu dinamai “OE UKI”.

Mereka terus ke Nunkolo dan memberitahukan kepada Raja Amanatun untuk membawa istri-istrinya ke Tunbesi. Waktu mereka datang membawa “Abu'”/Tanah dan sampai satu tempat dekat Tunbesi, mereka menaruh abu yang mereka bawa itu. Maka tempat itu dinamakan “BANAM” hingga saat ini.

Penulis bersama Bpk. Nomleni dan Bpk. Tefa sebagai penunjuk jalan menuju tempat bersejarah “Oe Uki”.

Oe Uki saat ini dimanfaatkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa untuk bisa mengatasi sulitnya air bersih di wilayah kecamatan Amanutun Selatan dan Kecamatan Kie.

Tetapi konon cerita, airnya ternyata tidak sesukses kisah perjalanan nenek Moyang Nope dan Isu meraih tahta raja. Karena ada yang dilangkahi dari sebuah cerita kecil tentang “Oe Uki”, titik awal munculnya tunas muda Kerajaan Amanuban.

Saya telah menemukanmu “Oe Uki” dan tentunya akan terus melanglang buana sampai kisah itu tuntas meraih asa.

Saya akan terus berkelana, melawan lupa terkait  kerajaan Amanuban dengan beribu kisah sampai berdiri kokohnya Kabupaten Timor Tengah Selatan yang terdiri dari Swapraja Banam, Onam dan Oenam-

Bersambung ke edisi II,.

(Penulis adalah Anggota DPRD Kabupaten TTS dari Fraksi Partai HANURA)

Pos terkait