HASIL RAPID ANTIGEN DUA ANGGOTA KELUARGA NEGATIF, KELUARGA BERKEYAKINAN BAHWA SL YANG MENINGGAL DENGAN STATUS PROBABLE TIDAK TERPAPAR COVID-19

Keterangan Foto: Laurens Serfas Diran Laoe (anak kandung dari almarhum SL yang meninggal dengan status probable COVID-19) saat melakukan rapid antigen di Klinik Laboratorium Fina, tanggal 30/01.

SoE, SALAMTIMOR.COM — Merasa tidak puas akan status probable COVID-19 yang disematkan terhadap SL yang meninggal pada tanggal 26/01 lalu, maka satu per satu keluarga almarhum melakukan rapid antigen untuk menguji apakah mereka terpapar atau tidak. Sebab logikanya jika almarhum benar-benar terpapar COVID-19, maka sebagai keluarga yang melakukan kontak sangat erat dengan almarhum berpotensi untuk terpapar.

Dua (2) orang anggota keluarga yang telah melakukan rapid antigen yakni anak kandung almarhum, Laurens Serfas Diran Laoe dan menantu Yanto Talan dan sesuai hasil keduanya dinyatakan negative COVID-19. Sementara keduanya termasuk yang merawat almarhum sampai menghembuskan nafas terakhir.

Dengan hasil negative kedua keluarga tersebut, maka semakin memperkuat keyakinan keluarga bahwa almarhum SL, warga desa Supul kecamatan Kuatnana meninggal bukan karena terpapar COVID-19 atau dicurigai COVID-19 dengan istilah medis probable.

Keterangan Foto: Yanto Talan (menantu SL yang meninggal dengan status probable) saat melakukan rapid antigen di RS Murder Ingnasia SoE tanggal 29/01.

Kepada media ini, melalui sambungan telepon, Yanto Talan, menyampaikan bahwa “Saya tanggal 29/01 sudah melakukan rapid antigen di Rumah Sakit Muder Ingnasia. Dan sesuai hasil saya dinyatakan negative COVID-19. Saya paling sering berkontak atau bersentuhan langsung dengan Bapak mantu. Saya yang mengurus dan merawat beliau selama ini, karena dalam keluarga saya merupakan rekan medis di Rumah Sakit Murder Ingnasia SoE.” Ungkap Talan.

Terpisah Laurens Serfas Diran Laoe, anak kandung dari almarhum SL melalui pesan WhatsApp menyampaikan bahwa “Hari ini, tanggal 30/01 saya sudah melakukan rapid antigen di Klinik Laboratorium Fina dan hasilnya Negatif. Rapid antigen ini saya lakukan sesuai peryataan saya di media ini bahwa kami keluarga akan melakukan rapid antigen untuk menguji apakah ayah saya meninggal akibat probable (terpapar COVID-19) atau tidak.”

Lanjut Diran, “Ayah saya meninggal dengan penyematan status probable COVID-19 ini sangat merugikan kami. Kami terdampak stigmatisasi, psikologi kami seketika runtuh dan menyakitkan batin. Bahkan kami juga merasa tidak aman dan nyaman dengan keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar. Sementara semua orang tahu bahwa ayah saya selama ini bahkan seblum pandemic COVID-19 telah mengalami komplikasi penyakit seperti sesak nafas, paru-paru, jantung dan lambung.” Ucap Diran.

Diran juga menyampaikan bahwa sampai saat ini, keluarga dalam rumah masih sehat dan belum satupun anggota keluarga menunjukan gejala-gejala yang mengindikasikan terpapar COVID-19. Namun pihaknya akan tetap mengikuti protokol kesehatan dan menanti sampai 14 (empat belas) hari.

Richard Serang, KTU RSUD SoE yang dikonfirmasi oleh media ini melalui pesan Whats Up terkait status SL menyatakan bahwa “Saat ini kami lebih fokus urus pelayanan kepada pasien yang butuh pelayanan di RSUD SoE. Kalau paien yang ini (maksudnya SL) meninggalnya dirumah dan itu bisa di konfirmasi ke Gugus Tugas saja.” Katanya.

Gugus Tugas melalui Juru Bicara, Deny Nubatonis saat dihubungi dan ditanya oleh media ini tentang langkah-langkah apa yang akan ditempuh Gugus Tugas untuk mengamankan keluarga pasien yang meninggal dengan status probable COVID-19 termasuk memfasilitasi keluarga untuk melakukan swab, hanya menjawab “saya tidak tau. Koordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan.”

Kepala Dinas Kesehatan, dr. Irene Atte, saat di hubungi media ini melalui pesan Whats Up tentang kejelasan status probable COVID-19 SL yang meninggal 26/01 dan apakah benar sudah dilakukan rapid antigen terhadap pasien SL? tidak menjawab pesan yang dikirim oleh wartawan salamtimor.com.

Foto: Ketua Komisi IV DPRD Kab. TTS, Ketua DPC Partai HANURA Kab. TTS

Ketua Komisi IV DPRD TTS, Marten Tualaka, SH, M.Si ketika dikonfirmasi media ini terkait hal tersebut diatas menyatakan bahwa, “Memang saat-saat sulit seperti ini kita semua membutuhkan kepastian berdasarkan rekam medis termasuk hasil rapid almarhum sehingga penyematan statuspun jelas dan pihak Rumah Sakit berkewajiban untuk itu. Jika hasil swab antigen benar positif, terlepas dari dugaan riwayat penyakit almarhum itu soal lain lagi. Tapi secara medis kita butuh pembuktian rekam medisnya sehingga tidak ada spekulasi yang menimbulkan kecemasan dan keresahan ditengah keluarga dan masyarakat.”

Lanjut Marten, “jika sudah tau hasilnya maka langkah-langkah dapat ditempuh untuk memutus mata rantai penyebaran virus melalui swab massal kepada keluarga yang melakukan kontak erat dengan almarhum dan juga masyarakat yang sempat melayat. Dengan demikian maka kepastian status almarhum negative atau positif dapat diketahui melalui keluarga yang kontak erat dan juga masyarkat yang hadir dan ikut melayat saat itu. Ini yang namanya kepastian. Tapi kalau tidak ada tindakan apa-apa, sementara sudah terlanjur memvonis probable kepada almarhum dan terjadi pembiaran, maka lahirlah kecemasan dan tekanan mental-psikologys bagi keluarga. Disinilah masyarkat akan mempertanyakan posisi pemerintah.” Tandas Politisi HANURA tersebut.

Sambungnya, “Dalam situasi ini juga tidak boleh saling lempar tanggungjawab antara Rumah Sakit dan Gugus Tugas. Karena keduanya ada dalam satu kesatuan yang tergabung dalam Gugus Tugas COVID-19. Harus seirama dalam memberikan informasi kepada public.”

“Sedangkan bagi saya secara pribadi, pemberlakuan terhadap pasien yang meninggal dengan status masih probable atau belum terkonfirmasi positif, sepanjang keluarga mampu menyiapkan kubur dalam waktu cepat, maka bisa dimakamkan ditempat yang disiapkan keluarga. Tapi Gugus Tugas yang melakukan pemakaman agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kan statusnya belum jelas dan belum tentu positif juga jika baru sebatas probable. Kecuali keluarga tidak menyipakan kubur secara cepat, maka pemerintah boleh mengambil alih untuk memakamkan ditempat yang disiapkan. Tapi ini pendapat pribadi saya.” Tutupnya.

Pdt. Elfis L.Y. Lenamah, S.Th (Foto sebelum pandemi COVID-19)

Senada dengan Marten Tualaka, Pdt. Elfis Lenamah, S.Th, Tokoh Agama stempat juga berharap agar ada tindaklanjut dari Gugus Tugas terhadap keluarga dan juga masyarakat yang melayat. Tujuannya agar memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

“Kami berharap ada tindak lanjut dari Gugus Tugas atau pihak Rumah Sakit terhadap keluarga yang kontak erat dengan almarhum termasuk kami yang melayat. Semua ini demi mencegah jatuhnya korban akibat terpapar virus tersebut dan memberikan kepastian status terhadap almarhum.”

Lanjutnya, “Kita baru bisa mengetahui status almarhum ketika ada swab secara massal terhadap mereka yang melakukan kontak sangat erat dengan yang bersangkutan. Ingat, bahwa status probable saja bagi masyarakat yang awam menganggap itu sudah terpapar COVID-19. Dan tentu status tersebut terasa amat menyiksa bagi keluarga kerena tekanan social serta menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan antara keluarga dan lingkungan sekitar.”Harapnya.

Penulis: Inyo Faot

Pos terkait