Jakarta, Salamtimor.com — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantah kemarau 2023 masuk ke dalam kategori kemarau basah. Sebaliknya, curah hujan di sejumlah daerah diprediksi sangat rendah.
“BMKG memprediksi kemarau tahun ini bukan masuk kategori kemarau basah. Bahkan menurut prediksi bulanan terbaru yang dirilis Juli 2023 ini, wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa-Bali-NTB dan NTT diprediksi akan mengalami kondisi curah hujan sangat rendah yang masuk kategori bawah normal atau lebih kering dari biasanya,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada Selasa (11/7).
Sebelumnya, Pakar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin memprediksi kemarau 2023 masuk ke dalam kategori kemarau basah. Hal itu diungkapkan lewat akun twitter pribadinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hujan terpantau di Jabodetabek, yg merupakan aliran hujan dari Sumatra. Pengaruh vorteks Samudra Hindia dapat menciptakan kemarau basah,” kicau Peneliti Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, di Twitter, Kamis (6/7).
Menurut Erma, “anomali iklim berupa kemarau basah pada 2023” ini memiliki kemiripan dengan kemarau pada 2013.
“Yang membedakan, saat itu ENSO(El Nino-Southern Oscillation) dan IOD(Indian Ocean Dipole) netral. Namun penyebabnya mirip yaitu karena siklon/vorteks,” ungkap dia.
Dwikorita mengakui, memang ada anomali yakni turun hujan di awal Juli yang umumnya adalah bulan yang kering. “Namun demikian ini hanya terjadi pada periode yang singkat yaitu awal Juli sedangkan kemarau masih akan berlangsung hingga akhir Oktober 2023,” kata dia.
“Oleh sebab itu hujan yang turun pada Juli 2023 ini tidak menyebabkan musim kemarau menjadi bersifat basah atau atas normal,” ujarnya menambahkan.
Musim kemarau kering tahun ini terjadi karena beberapa faktor cuaca antara lain El Nino. Namun El Nino pada awal Juli ini, kata Dwikorita, tidak signifikan karena baru berlangsung satu bulan.
Alhasil, hujan masih kerap turun di awal Juli. Menurut Dwikorita, itu terjadi karena atmosfer belum merespon penyimpangan suhu muka laut yang terjadi di Samudra Pasifik.
“Pada bulan Juni, indeks osilasi selatan atau Southern Oscilation index (SOI) yang biasa digunakan untuk memantau pergerakan massa udara dari Samudra Pasifik menuju wilayah Indonesia menunjukkan angka -1 yang termasuk pada kategori Netral, range netral -8 sampai 8,” ujarnya.
“Hal ini mengindikasikan bahwa memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur belum mempengaruhi aliran massa udara dari Samudra Pasifik menuju Indonesia sehingga belum menyebabkan terjadinya pengurangan curah hujan,” katanya mengakhiri.
Artikel ini tayang di CNN Indonesia dengan judul: “BMKG Bantah Musim Kemarau Basah 2023: Hujan Awal Juli Anomali”