Kasus Pembalakan Hutan di Desa Aek Godang Arbaan Bisa di Laporkan Ke Mabes Polri

SUMUT, SALAMTIMOR.COM – Kasus tindak pidana ilegal loging atau pembalakan hutan secara ilegal di Desa Aek Godang Arbaan, Kecamatan Onan Ganjang, Kabupaten Humbahas, Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) yang dirusak oleh oknum–oknum desa setempat bisa dilaporkan ke Mabes Polri.

Hal ini ditegaskan oleh Pengamat Hukum Pidana Fakultas Hukum Unwira Kupang, Mikhael Feka, SH., MH pada Kamis (13/5/2021).

Dosen Fakultas Hukum ini menegaskan bahwa jika diduga ada oknum yang memalsukan dokumen surat izin dan tandatangan palsu terkait pembalakan hutan di wilayah itu bisa dilaporkan secara pidana kepada pihak berwajib setempat.

“Apabila pihak berwajib setempat diduga ikut bermain atau tidak serius dalam menangani kasus tersebut, maka bisa dilaporkan satu tingkat di atasnya atau langsung lapor ke Mabes Polri,” tutur Mikhael .

”Itu jelas tindak pidana. Selain itu, masyarakat bisa mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum ke pengadilan setempat.”

“Apalagi masyarakat memiliki bukti yang kuat bahwa tanah itu tanah ulayat. Sebab, tanah ulayat masyarakat dilindungi oleh undang–undang. Jadi siapapun tidak bisa sewenang–wenang memasuki dan mengelola tanah ulayat tanpa izin masyarakat pemegang hak ulayat,” terang Mikhael Feka.

Sementara Advokat Marsel Bere Eduk, SH., yang dihubungi secara terpisah di Atambua, mengatakan bahwa kasus tanah ulayat bisa digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Medan. Yang terpenting masyarakat pemegang hak tanah ulayat memiliki bukti hukum yang kuat.

Menurut Tokoh Agama Pastor Yovinus Sibagariang, OFM, Cap seluruh wilayah hutan kurang lebih 400 hektare itu dikenal sebagai tanah ulayat marga Sibagariang.

Dikatakan tanah ulayat karena marga Sibagariang inilah yang pertama kali menempati daerah itu.

Pastor Yovi menjelaskan, suku marga Sibagariang dan penduduk setempat pada waktu itu, hidup tergantung pada hasil pertanian yang sifatnya berpindah–pindah (nonmodern) dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.

Jenis tanaman pertanian  dikala itu adalah kemenyaan, durian, karet, nilam, padi, sayur mayur, dan lain – lain. Selain itu, masyarakat pun bersawah dekat sumber -sumber air.

Puluhan tahun mereka bermukim di tengah–tengah hutan dan tempat itu hingga saat masih ditemukan kuburan-kuburan nenek moyang Sibagariang yang dibuat dari batu alam.

Setelah itu, masyarakat mulai pelan–pelan berpindah ke daerah jalan raya khususnya di Desa Arbaan. Sementara desa Aek Godang masih agak jauh dari jalan  raya (jalan provinsi) sampai sekarang,” tutur Pastor Yovi. (*agust bobe)

Pos terkait