“Testimoni Pembangunan Bunda Maria Teluk Gurita”
Oleh: Stefan Belebau
Saya sangat senang karena bisa jadi salah satu saksi sejarah berdirinya Patung Bunda Maria di Teluk Gurita. Patung dengan tinggi 33 meter dan berdiri di atas sebuah Kapela ini memiliki kisah yang tidak diketahui oleh semua orang.
Tulisan saya ini bertujuan untuk menyampaikan sebuah fakta sejarah yang mana saya yakin kalau saya tidak menuliskan cerita ini maka 50 sampai 100 tahun yang akan datang mungkin tidak diketahui oleh anak dan cucu kita orang Belu.
Saya tidak tau dari awal mula sejarah Patung Bunda Maria ini, tapi ada beberapa teman yang mungkin bisa melengkapi tulisan saya ini yang mana mereka terlibat secara langsung mulai dari saat perencanaan awal bertemu dengan pastor Paroki Stela Maris Atapupu, alm. Romo Maxi Bria dan Pastor Pembantu Romo Yoris, termasuk saat itu sempat melihat lokasi di belakang gereja tanah Paroki yang akhirnya batal ditempatkan disitu karena apa alasannya tentu teman saya Mikael Tanjung seorang pengusaha yang sangat dikenal di kalangan gereja Katolik Keuskupan Atambua yang mengetahui ceritanya.
Saya baru mengikuti perkembangan sejarah berdirinya Patung Bunda Maria ini saat tanggal 19 September 2017 ketika dilangsungkan seminar akhir perencanaan pembangunan Kawasan Wisata Rohani yang dihadiri oleh sejumlah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Aparatur Pemerintahan Kabupaten Belu di Gedung Wanita Betelalenok.
Yang saya dengar dan saya lihat dalam pertemuan dengan sejumlah Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat tersebut mayoritas yang hadir menyetujui pembangunan kawasan wisata Rohani yang di dalamnya ada Patung Bunda Maria.
Namun saat itu, semua yang hadir tidak bersepakat untuk memilih nama dari Patung Bunda Maria tersebut sehingga disepakati agar pemberian nama diserahkan Kepada Yang Mulia Bapa Uskup Atambua.
Tanggal 21 September 2017, dua hari setelah pertemuan di Betelalenok, Bupati Belu Bpk. Willibrodus Lay, Wakil Bupati Bpk. Drs. J. Ose Luan, didampingi Kabag Humas Frido Siribein, dan Kadis Pariwisata Johanis Andreas Prihatin yang saat ini menjadi Sekda Belu, salah satu pengusaha Bpk. Mikhael Tanjung dan beberapa orang yang saya juga sudah lupa tetapi jumlahnya tidak lebih dari 10 orang.
Dan waktu itu dari Humas Setda Belu hanya saya yang mendampingi Bpk. Frido Siribein sementara yang lain tidak diijinkan oleh Bpk. Bupati Wily Lay karena sesuai kebiasaan, beliau kalau mau buat sesuatu yang bersejarah tidak perlu diketahui banyak orang atau tidak perlu diberitakan atau diekspos sebelum apa yang mau dibuat tersebut dilakukan. Dan itu kebiasan beliau karena menurut keyakinan beliau jika ingin membuat sesuatu yang bermakna diomongkan duluan maka akan menyedot energi.
Saya ingat persis begitu rombongan datang menemui uskup di istana Keuskupan Atambua, Yang Mulia Bapa Uskup menyambut secara langsung dan mengalungkan selendang pada Bpk. Willy Lay.
Setelah dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu dan beberapa saat setelah berdiskusi, maka lahirlah kalimat dari mulut yang Mulia Bpk. Uskup Atambua nama Patung Bunda Maria yang akan didirikan itu dengan nama MARIA BUNDA SEGALA BANGSA dengan bentuk dan corak seperti yang ada di Teluk Gurita saat ini. Dan hal ini diamnini oleh semua yang hadir.
Sejarah yang saya ketahui ini tidak hanya sampai disini karena kelanjutannya adalah saat kami dari Humas mendampingi Bpk. Willy Lay menemui kaisar Tamkesi untuk meminta restu dan ijin. Hal ini akan saya kisahkan dalam lanjutan cerita ini.
Dan saya memohon jika ada teman –teman lain yang terlibat dan tau tentang sejarah ini bisa juga dibagikan sehingga bisa dibukukan menjadi satu catatan sejarah yang lengkap untuk anak cucu di masa mendatang.
Yang jelas, sejarah akan mencatat Patung Bunda Maria Teluk Gurita dibangun pada masa Kabupaten Belu dipimpin oleh seorang Bupati bernama Willybrodus Lay dan Wakil Bupati Drs. J.T.Ose Luan serta Keuskupan Atambua dipimpin oleh Yang Mulia Bapa Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku, Pr dan akan menjadi catatan sejarah yang akan dikenang sepanjang masa.