Home / Opini / TTS

Kisah Kain Lap dari Celana Dalam Kotor

- Redaksi

Jumat, 17 Juni 2022 - 07:07 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

Dibaca 1 kali
facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Arifin Lette Betty, STP
Penulis adalah Mantan Anggota DPRD TTS

Pembaca tahu kain lap? pasti tahulah. Yang mana kain lap merupakan secarik kain entah serbet yang dijual di pasar, entah kanebo yang kebanyakan dipakai untuk lap kendaraan, entah guntingan kain dari baju atau celana bekas yang dipakai untuk membersihkan sesuatu, misalnya meja, kaca, kursi, pel lantai dan sebagainya.

Ada kisah lucu, di mana saya pernah melihat orang buat kain lap celana dalam. Bukan celana dalam bersih, karena yang saya lihat itu celana dalam kotor yang dipakai untuk membersihkan meja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Orang itu tanpa canggung memegang celana dalam tersebut, lalu sibuk membersihkan sini sana sampai wajahnya berkeringat saking capeknya. Sepintas kelihatannya apa yang dilakukan sudah baik dan membantu menyelesaikan satu problem kebersihan. Objek yang dia lap kelihatan bersih.

Saya melihat orang-orang di sekeliling menertawakan kebodohan dia, separuhnya mengomel sambil menyuruhnya berhenti, malah beberapa ibu menunjukan mimik wajah seperti mau muntah melihat cara kerjanya, tapi orang itu “cuek” dan terus membersihkan meja dengan penuh percaya diri menggunakan celana dalam bekas tersebut.

Saya sempat berpikir bahwa perilaku orang itu tidak baik bahkan cenderung aneh, mengapa?

Pertama, masa dia ambil celana dalam yang kotor untuk dipakai lap meja dan dia yakin bahwa meja itu bersih, karena sebersih-bersihnya celana dalam, namun celana dalam bekas mestinya tidak dipakai lap meja, apalagi celana dalam kotor.

Kedua, masa dia bisa cuek dan percaya diri dengan pilihannya bahwa celana dalam adalah salah satu kain untuk lap meja, meskipun banyak orang ramai mencibir dan mengomelinya.

Saya juga ikut gemas saat itu, bahkan seperti mau pergi “remas dia punya pipi”. Tapi dipikir-pikir, sudahlah, mungkin dia buta huruf sehingga pengetahuannya pun hanya sebatas itu. Saya pun segera berlalu dari tempat itu karena kalau terus duduk di tempat tersebut, bisa terpancing emosi. Biarlah mungkin tiba saatnya si bos akan memecatnya karena kerja tidak benar.

Inilah sepenggal kisah belasan tahun lalu dan saya juga hampir melupakannya.

Hanya saja pagi ini ketika membuka laman facebook, saya membaca tulisan Bapak David Boimau (Anggota DPRD TTS-Fraksi Hanura) mengkritisi Keputusan Bupati TTS Nomor: 146/KEP/HK/2022 yang intinya menunda pelaksanaan Pilkades serentak di TTS, yang awalnya dijadwalkan tanggal 17 Juni 2022, lalu ditunda ke tanggal 25 Juli 2022 dengan disertai penegasan bahwa sepanjang waktu 1 bulan lebih ini para calon kepala desa dilarang berkampanye.

Tentu kita samakan bahwa dengan kata lain masa tenang yang mestinya terhitung sejak tanggal 14 Juni kemudian diperpanjang hingga 25 Juli mendatang.

Menurut saya, bapak David Boimau mengulas bahwa, yang dimaksud dengan masa tenang dalam Perda TTS Nomor: 10 Tahun 2015 tentang Pilkades adalah 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara, atau dengan kata lain, SK Bupati bertentangan dengan Perda atau salah di mata Perda. Nah, kontradiksi hukum inilah yang sering kali memicu konflik dalam penerapannya di lapangan.

Jadi seperti kisah kain lap dari celana dalam yang saya ceritakan di atas. Bahwa mungkin maksud si pembuat SK adalah untuk menyelesaikan masalah penundaan waktu pencoblosan karena ketiadaan surat suara, tapi tidak berpikir bahwa alat (SK) yang dipakai itu tidak tepat, bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan berpotensi timbulkan masalah baru, misalnya potensi konflik horizontal; dan bahkan semua calon kepala desa yang kalah pun bisa menggugat proses Pilkades secara keseluruhan hanya karena kesalahan tahapan yang bertentangan dengan Perda.

Sampai di sini tentu kita berharap, si pembuat SK tidak berperilaku seperti “tukang lap” tadi yang percaya diri dan cuek di tengah-tengah cibiran bahkan omelan banyak orang.***

Berita Terkait

Kepsek SMPN Nefotes: YASPENSI Beri Warna Tersendiri Dalam Pendampingan Literasi
Hadiri Hari Bhakti PU, Bupati TTS Tegaskan ASN Harus Netral Pada Pemilu 2024
Upah Masyarakat Pekerja Jalan Rabat Belum Dibayarkan, Ini Penjelasan Kepala Desa Hoi
Gigitan HPR di Kabupaten TTS Capai 2.132 Kasus, 11 Orang Meninggal Dunia
Menguatkan Iman Generasi Muda di Soe Melalui Kebaktian Kebangunan Rohani
Disnakertrans TTS Sosialisasikan Jaminan Sosial Pekerja Bagi Pengusaha
PAD Kabupaten TTS Tak Capai Target, Berdampak Pada Pembangunan
Bawaslu TTS: Pengaruh Media dan Insan Pers Sangat Besar dan Strategis Dalam Pengawasan Partisipatif

Berita Terkait

Minggu, 19 November 2023 - 13:13 WITA

Kemenkes Terapkan Inovasi Wolbachia Atasi Penyakit Demam Berdarah

Rabu, 1 November 2023 - 07:19 WITA

IDRIP Provinsi NTT Kembali Gelar Rakor Triwulan III

Senin, 30 Oktober 2023 - 00:11 WITA

Peringati Bulan Bahasa 2023, UCB Gandeng UNDANA Kupang Gelar Seminar International Linguistik Terapan

Sabtu, 23 September 2023 - 10:47 WITA

Kembalikan Jam Sekolah Menjadi Pukul 07.00 Wita, Pj Gubernur NTT Tinjau Kegiatan Belajar Mengajar di SMA Negeri 1 Kupang

Senin, 18 September 2023 - 13:41 WITA

Jadi Irup Pada Upacara Peringatan Harhubnas dan Apel Kesadaran ASN Lingkup Pemprov NTT, Ini Pesan Pj. Gubernur NTT

Senin, 18 September 2023 - 02:38 WITA

Hadiri Peresmian TBI Motaain, Pj. Gubernur NTT Ayodhia: Wilayah Perbatasan Merupakan Halaman Depan Wajah NKRI

Kamis, 7 September 2023 - 09:23 WITA

Tiba di Kupang, Ayodhia Kalake Siap Melaksanakan Tugas Sebagai Pj. Gubernur NTT

Rabu, 6 September 2023 - 13:12 WITA

Tiba di Kupang Besok, Penjabat Gubernur NTT Minta Ketemu Tokoh Agama

Berita Terbaru