MERASA DIRUGIKAN TERKAIT PENOLAKAN TAMBAK GARAM TOINEKE, PEMANGKU ADAT KUALIN RAYA MENGGUGAT DPC POSPERA DI PENGADILAN NEGERI SOE

Joni Toni, -- Ketua perkumpulan masyarakat hukum adat Kualin-Kuatae (Kualin Raya)

SoE, SALAMTIMOR.COM — Ketua perkumpulan masyarakat hukum adat Kualin-Kuatae (Kualin Raya), Joni Toni menggugat DPC Pospera TTS terkait persoalan tambak garam di desa Toineke.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap DPC Pospera lantaran menurut penggugat mereka dirugikan atas penolakan DPC Pospera mewakili masyarakat desa Toineke terhadap penolakan kerja sama antara PT. Tamaris Garam Nusantara dengan Lembaga Adat Desa (LAD) Toineke.

Batalnya perjanjian kerjasama tersebut karena DPC Pospera TTS yang bertindak mewakili tokoh masyarakat setempat menurut penggugat tidak berkompeten sebagai tokoh adat atau diragukan status sebagai Usif (Raja) atau Meo (Panglima).

Kepada media ini, Joni Toni selaku ketua perkumpulan masyarakat hukum adat Kualin-Kuatae (Kualin Raya) menyampaikan bahwa langkah hukum yang ditempuh karena Ia merasa dirugikan dengan tindakan penolakan dari DPC Pospera.

“Secara kelembagaan adat, saya ini diberikan kepercayaan oleh Usif Amanuban dari Noe Siu sampai Noemina dengan bukti yang jelas dan mampu kami buktikan. Terkait penolakan dari DPC Pospera mewakili Usif atau Amaf di Kualin-Toineke ini saya mempertanyakan kompetensi mereka sebagai Usif.” Tutur Toni dalam bahasa dawan .

Lanjut Toni, “selaku Ketua perkumpulan masyarakat hukum adat Kualin-Kuatae (Kualin Raya) yang tentunya kami merasa dirugikan dengan batalnya perjanjian kerja sama ini.” Sesalnya.

Stefanus Pobas, SH (Kuasa Hukum Joni Toni)

Dalam kesempatan yang sama, Kuasa Hukum penggugat, Stefanus Pobas, SH menyampaikan bahwa selaku kuasa hukum dirinya sudah mendaftar pokok perkara dengan No. 9/Pdt 6/2021/PN SoE.

“Gugutan yang sudah kita daftarkan ini ialah gugatan PMH atau ganti rugi. Ada empat orang tergugat dalam perkara ini, yaitu:

  1. Yorim Yos Fallo (Ketua DPC Pospera TTS) sebagai Tergugat 1;
  2. Dorkas Aby sebagai Tergugat 2;
  3. Erniwati Nabunome sebagai Tergugat 3;
  4. Bernardus Taneo sebagai Tergugat 4;

“Terkait persoalan ini, sebenarnya sudah ada ijin resmi dari pusat yang memuat perjanjian kerjasama antara PT. Tamaris Garam Nusantara dengan Lembaga Adat Desa (LAD).”

“Namun saat akan dilaksanakan penandatanganan MOU antara PT. Tamaris Garam Nusantara dengan Lembaga Adat Desa (LAD) Toineke pada Senin (9/3/2020) siang di Hotel Blessing SoE, akhirnya batal karena muncul penolakan dari warga Toineke yang diwakilkan oleh DPC Pospera TTS.”

“Penggugat dirugikan dengan batalnya perjanjian ini. PT Tamaris Garam Nusantara sudah kembali ke Jakarta. Kenapa penggugat dirugikan? karena sudah ada kesepakatan sejak awal dan sudah final untuk pembayaran awal sebesar Rp. 250.000.000 (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) sebagai dana awal untuk perjanjian kerja sama tersebut.” ucap Pobas

Lanjut pobas, “kaitan dengan perkara ini, mereka (para tergugat) ini bukan siapa-siapa. Karena itu apa yang dilakukan adalah perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dimaksud bukan hanya melawan UU, namum melanggar hak orang lain yang sudah di jamin oleh UU.” Tutup Pobas

Ketua DPC Pospera Kabupaten TTS, Yerim Yos Fallo

Ketua DPC Pospera TTS, Yerim Yos Fallo setelah di konfirmasi terkait Langah hukum dari Joni Toni selaku penggugat, dirinya menghargai upaya hukum tersebut.

Yerim menyampaikan bahwa, “tidak ada perbuatan melawan hukum kaitannya dengan persoalan tambak garam. Penggugat dan kuasa hukumnya harus tau tanah itu milik siapa. Kami bertindak karena diberikan kuasa. Kami juga mempertanyakan status saudara Joni Toni sebagai Ketua perkumpulan masyarakat hukum adat Kualin-Kuatae (Kualin Raya). Sebab yang memberikan kuasa ini juga para amaf dan Usif.” Tegas Yerim

Lanjutnya, “kami (Pospera) tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Kita melakukan kegiatan organisasi berdasarkan aturan-aturan hukum. Kami bertindak atas dasar pengaduan masyarakat. Peran kami adalah mendampingi. Tentunya dalam bekerja kita juga pelajari aturan-atuaran hukum. Kami tidak menolak investasi. Kami hanya menolak hak guna usaha.” Tutup Fallo.

Penulis: Inyo Faot

Pos terkait