SoE, SALAMTIMOR.COM — Penyerahan Berita Acara Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah lapangan Boibalan Niki-Niki oleh pihak Kecamatan Amanuban Tengah dan Keluarahan Niki-Niki kepada Pemerintah Kabupaten TTS menimbulkan kisruh dengan aksi protes dari keluarga besar Isu dan kemudian penolakan lain muncul dari keluarga besar Nope.
Diketahui pada tanggal (01/09/2021) saat bertepatan dengan HUT Kota SoE, PEMDA TTS dalam hal ini Bupati TTS (Epy Tahun) telah menerima penyerahan Berita Acara Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah lapangan Boibalan yang diserahkan langsung oleh Camat Amanuban Tengah dan Lurah Niki-Niki.
Padahal menurut keluarga Isu, proses Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah lapangan Boibalan terindikasi bermasalah karena ada penolakan dari keluarga besar Isu sebagai pemilik hak ulayat atas tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kendati demikian, Camat Amanuban Tengah dan Lurah Niki-Niki tetap menyerahkan Berita Acara Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah lapangan Boibalan yang telah diterima oleh Bupati TTS.
Yang menjadi perhatian adalah Bupati TTS Epy Tahun, pada saat menerima surat pelepasan tersebut mengatakan bahwa nama lapangan Boibalan Niki-Niki selanjutnya akan disebut dengan nama Lapangan Sepakbola Mini Kusa Nope.
Perubahan nama lapangan Boibalan Niki-Niki menjadi lapangan Sepakbola Mini Kusa Nope merupakan tindakan yang dapat menghilangkan atau menghapus sebagian sejarah Amanuban,.
Padahal nama Boibalan sendiri bukan tanpa asal-usul, tetapi ada kaitannya dengan sejarah kerajaan Amanuban yang berhubungan erat dengan nama BOI ISU (Fetor Noebunu) sebagai Usif Fetor yang mendiami tempat tersebut.
Maka kalau ada rencana perubahan nama, seharusnya Pemkab TTS wajib melibatkan tokoh-tokoh masyarakat adat sehingga Pemkab TTS dapat mendengar pendapat dan tutur sejarah bukan dengan sepihak merubah nama suatu tempat yang pada dasarnya memiliki makna penting dalam peristiwa sejarah Kerajaan Amanuban pada masanya.
“Saya menyarankan, Bupati perlu mengkaji betul sejarah tentang kerajaan Banam, Onam dan Oenam agar ketika muncul pelemik seperti yang terjadi pada Boibalan saat ini maka beliau bijak dalam mengambil sikap.” kata Dikson Isu, ketika dihubungi melalui telepon seluler.
Lanjut Dikson, “dengan adanya media sosial hari ini, maka generasi muda dan masyarakat Amanuban di TTS secara keseluruhan akan dengan mudah menilai dan memilah mana sejarah yang sebenarnya. Pemerintah wajib melestarikan nilai-nilai sejarah yang ada dan tumbuh pada masyarakat adat itu sendiri.” pintanya.
“Hal ini penting demi memberikan pemahaman dan pengembangan sejarah, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” tegas Dikson.
Dikson menjelaskan bahwa, “nama lapangan bola kaki Boibalan dan pasar Inpres Boibalan Niki-Niki selama ini sudah dikenal oleh masyarakat dan telah menjadi fakta umum yang tidak dapat terbantahkan yaitu Boibalan berasal dari kata “Boi Isu In Balen”, dahulu menjadi tempat tinggal leluhur Keluarga Besar Isu”
Sambung Dikson, “atas pernyataan Naimnuke Sonkolo, Pina Ope Nope melalui media ini beberapa waktu yang lalu, maka menurut kami itu adalah pernyataan yang sangat menyesatkan dan lebih disayangkan lagi Pina Ope Nope merupakan seorang penulis yang pernah mengeluarkan buku mengenai sejarah Amanuban, sehingga kami menjadi bingung dan bertanya-tanya landasan sejarah dan tutur adat mana yang dipakai oleh dia sehingga mengatakan demikian.” tandas Dikson.
“Seharusnya dia sendiri sudah tahu dimana letak Sonaf Raja dan sebagainya. Kebenaran harus diutarakan kepada masyarakat Amanuban dan TTS, karena masih banyak masyarakat yang masih paham dengan sejarah Amanuban yang sebenarnya. Selanjutnya mengenai langkah hukum tentu akan kami upayakan, kami keluarga besar Isu akan terus memperjuangkan hak ulayat kami tentu dengan mengikuti prosedur hukum yang ada.” tutup Dikson.
Penulis: Inyo Faot