SoE, SALAMTIMOR.COM – Setelah empat kali mediasi dan selalu gagal, maka pintu ruangan Kepala SMP Kristen 1 Amanuban Barat dan SMA Kristen Manek To Kuatnana dibuka secara paksa oleh Yayasan Pendidikan Kristen Tois Neno sebagai organ penyelenggara pendidikan Kristen GMIT.
Pembukaan ruangan Kepala Sekolah ini dihadiri dan disaksikan oleh BP Pendidikan Sinode GMIT, Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT, Majelis Klasis SoE Timur, Kepala Desa Tetaf, Pengawas Yapenkris Tois Neno, Pembina SMP Kristen 1 Amanuban Barat, Majelis Jemaat GMIT Imanuel Kuatnana, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dan orang tua siswa bersama ratusan siswa SMP dan SMA yang belum menerima ijazah.
Hadir pula anggota kepolisian dari Polres Timor Tengah Selatan untuk mengamankan jalannya proses pembukaan paksa pintu ruangan Kepala Sekolah karena di dalam ruangan tersebut tersimpan dokumen-dokumen penting sekolah termasuk ijazah anak yang sudah tamat namun belum dibagikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Yayasan Pendidikan Kristen Tois Neno, Marthinus Banunaeuk, BA dalam pengantarnya menyampaikan bahwa kehadiran mereka hari ini adalah untuk membuka ruangan Kepala Sekolah yang masih terkunci sejak mantan Kepala Sekolah, Semuel Laoe, SH meninggal dunia pada tanggal 26/01/2021.
Senada, Ketua Majelis Klasis SoE Timur, Pdt. Lebrik E.K.O. Toy, S.Th dalam sambutannya juga menyatakan agar pintu ruangan tersebut segera dibuka untuk menyelamatkan ijazah anak-anak yang sudah tamat namun masih tersimpan dalam ruangan tersebut dan belum dibagikan.
Pendeta Toy juga menyampaikan bahwa sudah empat kali mediasi bersama keluarga almarhum Samuel Laoe selaku mantan Kepala Sekolah dan Drs. Habel Hitarihun untuk menyerahkan kunci ruangan tersebut kepada Yapenkris Tois Neon namun tidak berhasil dengan berbagai macam alasan.
Pdt. Jahya A. Millu, SP, S.Th, Ketua BP Pendidikan Sinode GMIT menyampaikan bahwa, “pendidikan Kristen yang diselenggarakan oleh gereja merupakan wujud pekabaran injil. Tugas gereja adalah tugas pemuridan, baptisan, dan pengajaran. Jadi gereja mendapat tiga perintah ini dari Tuhan.”
Lanjut Pendeta Millu, “tugas-tugas ini, gereja terima dari Tuhan dan tidak seorangpun dapat mengambilnya dari pada kami meskipun ada riak-riak begini tapi tugas pengajaran ini harus terus diberitakan. Oleh karena tidak boleh ada sesuatu yang menghalangi gereja melaksankan tugas pengajaran sebesar apapun tantangannya. Karena gereja harus mempertanggungjawabkan tugas panggilannya kepada Tuhan sampai sejauh mana gereja melaksanakan tugas pengajaran itu. Untuk itulah segala resiko akan ditempuh dalam kaitan supaya gereja bisa melaksankan fungsinya dibidang pengajaran (pendidikan)” tandasnya.
Sambung Pendeta Millu, “kita harus jujur megakui bahwa selama ini gereja hanya titik beratkan pada baptisan dan pemuridan. Maka tugas-tugas pengajaran tidak medapat prioritas. Maka hari ini, kehadiran kami di sekolah-sekolah ini merupakan salah satu bukti bahwa kita sedang melaksanakan apa yang menjadi perintah Tuhan (tugas pengajaran/pendidikan). Ini semua untuk mencapai salah satu visi gereja di bidang pendidikan yaitu dari Tetaf (GMIT) untuk dunia.” ucap Pendeta Jahya.
Sementara itu, Ketua Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT, Pdt. Henderina M. Salmun-Takalogo, M.TH menyampaikan bahwa, “Kami hadir ke sini untuk mendampingi Yapenkris Tois Neon membuka ruang Kepala Sekolah. Kita jangan berpikir hal yang lain dulu. Kita utamakan hak-hak anak karena itu tugas gereja. Ketika hak-hak anak dilanggar, maka gereja harus tampil disitu. Tidak bisa gereja hanya menjadi penonton. Untuk asset dan lain sebagainya kami tidak berpikir untuk hari ini. Kita utamakan pembukaan pintu ruangan Kepala Sekolah agar anak-anak mendapatkan ijazah mereka sehingga masa depan mereka tidak terhambat.” ungkapnya.
Pantauan media online Salamtimor.com, upaya pembukaan ruangan Kepala Sekolah tersebut sempat dihalangi oleh Drs. Habel Hitarihun dan beberapa orang dengan berbagai alasan yang diungkapkan. Namun berkat kesigapan polisi, maka pihak-pihak yang berkeberatan atas pembukaan ruangan tersebut mampu diamankan oleh aparat kepolisian dan proses pembukaan paksa ruangan Kepala Sekolah tersebut berjalan dengan aman tanpa hambatan yang berarti.
Ratusan orang tua murid yang hadir juga menyampaikan bahwa mereka datang untuk ambil ijazah anak-anak mereka, bukan datang untuk urus masalah. Kewajiban sekolah adalah menyerahkan ijazah-ijazah tersebut. Bukan menahannya dengan berbagai alasan yang menghambat nasib anak-anak kami.
Setelah pintu ruangan Kepala Sekolah tersebut berhasil dibuka paksa, maka Pihak Yapenkris Tois Neno, Plt. Kepala SMP bersama dengan guru-guru SMA Kristen Manek To mulai melakukan inventarisasi asset-aset dan dokumen-dokumen penting termasuk ijazah yang berada dalam ruangan tersebut, disaksikan oleh BP Pendidikan Sinode GMIT, BKP Sinode GMIT, Majelis Klasis SoE Timur, Kepala Desa Tetaf dan pihak Kepolisian dari Polres Timor Tengah Selatan.
Melihat ratusan orang tua dan siswa yang hendak mengambil ijazah namun proses inventarisasi belum selesai, maka Ketua Yapenkris Tois Neno, Marthinus Banunaek, BA keluar dan memberikan arahan kepada orang tua dan siswa untuk pulang dan hari Selasa, 11/05/2021 baru kembali untuk mengambil ijazah-ijazah tersebut secara gratis dan tidak dipungut biaya apapun.
Setelah dinventarisasi, maka semua asset dan dokumen tersebut dicatat dan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh semua unsur yang hadir.
Dalam berita acara tersebut, maka diketahui bahwa terdapat 280 lembar ijazah SMP dan 154 lembar Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) SMP dari tahun 2015, 2016, 2017 dan 2019. Semuanya dalam kondisi baik.
Sementara untuk SMA Kristen Manek To Kuatnana, terdapat 202 lembar ijazah tahun 2019 dan 2020, serta 98 lembar Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU) tahun 2019. Semuanya dalam kondisi baik.. (Tim**)