Jakarta, Salamtimor.com — Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan buka suara soal analisis ahli yang menyebut potensi perpanjangan musim hujan di Indonesia.
Kondisi ini berkenaan dengan hujan yang masih rajin turun di berbagai wilayah, sementara BMKG mengingatkan bahwa bulan ini sudah masuk ke peralihan musim kemarau atau pancaroba.
Selain itu, lembaga tersebut berulangkali mengungkap prediksi kedatangan musim kemarau kering akibat fenomena El Nino lemah.
Dodo menjelaskan pancaroba mengacu pada masa transisi atau perpindahan musim, baik dari hujan ke kemarau atau sebaliknya. Salah satu cirinya, angin kencang dengan arah yang berubah-ubah.
“Yang Kami prakiraan adalah awal musim (hujan/kemarau), nah menjelang musim-musim yang kami prakirakan itu, dapat dikatakan sebagai masa peralihan. Misal suatu daerah diprakirakan musim kemarau adalah April, maka Maret ini masa peralihannya. Masih disertai hujan,” jelas Dodo pada, Selasa (28/3).
“Ini kita masih dalam bulan-bulan musim penghujan dan akan mengakhirnya,” imbuh dia.
Menurut dia, “fenomena yang ada sekarang adalah La Nina”, yang aktif sejak 2020 hingga akhir 2022.
“Jadi sekarang kondisi atmosfer dan laut dari La Nina akan menuju ke arah netralnya,” ujar Dodo, “mulai pertengahan tahun ini akan ada fenomena El Nino lemah hingga akhir tahun.”
Dikutip dari National Oceanic and Atmospheric Adinistration (NOAA), La Nina, yang secara harifiah adalah gadis kecil secara sederhana diartikan sebagai peristiwa dingin.
Pola iklim di Samudera Pasifik ini memicu angin pasat lebih kuat dari biasanya, mendorong lebih banyak air hangat ke arah Asia, dan memicu hujan lebih banyak.
Dodo melanjutkan ada faktor posisi geografis Indonesia di wilayah Monsun Asia.
Monsun Asia, dikutip dari Auburn University, mengacu pada bagian benua Asia yang mengalami pergeseran pola angin musiman yang signifikan di seluruh wilayah.
“Monsun Asia bersamaan dengan musim hujan angin bertiup dari benua Asia, dan monsun Australia bersamaan dengan Musim Kemarau Angin bertiup dari benua Australia,” urainya.
“Memang saat ini masih aktif Monsun Asia dengan gejala-gejala seperti yang dianalisis,” lanjut dia.
Ia pun menjelaskan tahapan musim kemarau di Indonesia yang memang masih amat sedikit saat ini.
Pada Maret 2023, katanya, baru ada satu persen wilayah RI yang sudah masuk musim kemarau. Di antaranya, tiga wilayah di Bali, satu wilayah di Banten-DKI, serta tiga wilayah di NTB.
April, lanjutnya, kemarau terjadi di 17 persen wilayah. Contohnya, 27 wilayah di NTT, 21 wilayah di NTB, dan 45 wilayah di Jawa Timur.
Mei, kemarau mencapai 22 persen daerah. Misalnya, 34 wilayah di Jawa Tengah. Juni, musim kering melanda 22 persen wilayah. Contohnya, 17 wilayah di Riau.
Juli, kemarau hadir di 10 persen area, seperti 12 wilayah di Sulawesi Tengah. Agustus, kemarau menjangkau 4 persen area, contohnya enam daerah di Sulawesi Selatan.
September, musim kemarau cuma ada di 2 persen daerah di Indonesia, seperti lima wilayah di Papua Barat.
Sebelumnya, peneliti cuaca dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin memprediksi bakal terjadi perpanjangan musim hujan.
Perpanjangan musim hujan itu, kata Erma, di antaranya ditunjukkan oleh pertumbuhan dan pergerakan badai vorteks di selatan Samudera Hindia, hujan yang masih terus turun, masih hadirnya gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator, serta El Nino yang tak merata.
Para pakar sendiri mengungkap fenomena iklim yang ekstrem macam El Nino dan La Nina ini terkait dengan pemanasan global terutama akibat ulah manusia. Contohnya, penggunaan BBM berlebih. Akibatnya, banjir makin banyak, kekeringan makin gersang.
Artikel ini tayang di CNN Indonesia dengan judul: “BMKG Buka Suara soal Prediksi Perpanjangan Musim Hujan: Masa Peralihan”