BATAM, SALAMTIMOR.COM — Kasus kejahatan terhadap kemanusiaan kembali terjadi di Batam. Kali ini menimpa salah satu warga NTT bernama Elisabeth Rurong yang berasal dari Kabupaten Flores Timur, Larantuka.
Kronologi kejadian sebagaimana yang diceritakan oleh ER semasa masih hidup sebagai berikut:
Bermula sejak 3 tahun yang lalu. Waktu itu ER direkrut oleh Perusahaan Penyalur tenaga kerja yakni PT. Tugas Mulia milik J. Rusna.
ER direkrut dari Sumba dan dibawa ke Batam untuk bekerja sebagai PRT, dan waktu itu mendapat kontrak kerja dari majikannya yang pertama selama 1 tahun.
Setelah itu, ER pindah ke majikan yang kedua dan pada tahun lalu (2020) majikan tersebut pindah ke Jakarta dan mengajak ER untuk ikut serta ke Jakarta.
Namun beberapa waktu belakangan, ER mengalami sakit yang cukup parah dan membutuhkan penanganan medis yang lebih serius, maka majikannya mengambil keputusan untuk mengembalikan ER ke PT. Tugas Mulia di Batam.
Berdasarkan pengakuan ER, selama berada di penampungan PT. Tugas Mulia, ER mengaku sering dipukul dan ditendang oleh J. Rusna. Dalam keadaan sakit, Rusna sering memaksa ER untuk bekerja. Hingga akhirnya kondisi kesehatan ER semakin memburuk.
ER pun di bawa ke Rumah Sakit dalam keadaan yang sudah tidak berdaya. Ketika sudah berada dirumah sakit, tidak ada orang yang menjaga dan merawat serta memperhatikan ER. Dia berusaha untuk melakukan segala sesuatu sendiri dalam keadaan yang tidak berdaya.
Diketahui, sesekali Rusna hanya datang ke RS untuk mengantarkan makanan dan memarahi serta membentak dan mengancam ER lalu pergi.
Hingga pada Senin (21/6) siang, seorang pengurus Satgas NTT Peduli tanpa sengaja menemukan ER dalam keadaan yang sudah sangat kritis dan memprihatinkan.
Dalam keadaan tak berdaya mereka berkenalan dan ER bercerita semua tindakan penganiayaan yang dialami serta gaji yang tidak pernah diterima selama 3 tahun bekerja.
ER sempat mengaku tidak menerima gaji dari majikan. Diketahui sudah diserahkan semua oleh majikan kepada J. Rusna, namun Rusna tidak pernah memberikannya kepada ER.
Akhirnya, Satgas NTT Peduli dan keluarga besar Paguyuban Larantuka bersama pegiat Kemanusiaan, Romo Pascalis dan Pastor Tony Faot turut serta mengambil beban kepedulian terhadap ER.
Akhirnya Romo Pascalis dan Pastor Tony Faot berhasil menghubungi keluarga korban (ER). Kerukunan Keluarga Larantuka (KKL) akhirnya sepakat untuk mengambil alih segala sesuatu berkaitan dengan ER.
Pihak KKL kemudian berkoordinasi dan meminta arahan dari Dokter spesialis yang menangani ER, dan Dokter menyarankan Pasien segera dipindahkan ke Rumah Sakit yang lebih memadai karena pertimbangan keterbatasan fasilitas medis di RS Camatha Sahidya tersebut.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pihak RS Camatha Sahidya, saran tersebut juga sudah diungkapkan Dokter kepada Rusna, namun nyatanya tidak direspon baik.
ER pun akhirnya dipindahkan ke RS Otorita Batam untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Namun kondisi ER yang sudah kritis itu membuatnya harus kehilangan nyawanya. ER menghembuskan napas terakhirnya pada rabu, 23/6/2021 pukul 12.00 WIB.
Ketua DPD Satgas NTT Peduli Kepulauan Riau, Musa Mau mengatakan bahwa “ini adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang perlu diselesaikan secara serius karena melibatkan oknum yg diketahui sudah sering terlibat dalam berbagai kasus kejahatan kemanusiaan.”
“Ini perlu diusut dan dituntut ke ranah hukum. Supaya ke depan kejadian ini tidak terulang lagi terhadap tenaga kerja yang lain.” tegas Musa.
Sementara itu, Tokoh pejuang kemanusiaan, yg juga Ketua KKMPP Keuskupan Pangkal Pinang, Romo Pascalis, juga turut berduka atas kejadian tersebut.
“Pertama-tama saya mengucapkan turut berduka yang mendalam atas kepergian saudari ER yang mengenaskan. Ini kematian yang keji karena hati nurani yang mati.”
“Bagi saya, patut diduga bahwa ER adalah korban eksploitasi kemanusiaan dari J. Rusna dan ini sudah berulang-ulang kali tapi tidak ada jeranya. Karena itu saya berharap pihak kepolisian dapat bekerja maksimal untuk menegakkan hukum bagi keadilan kita semua. Pelaku harus di hukum sesuai dengan perbuatannya,” tegas Romo
Lebih lanjut , Pastor Paroki Kerahiman Ilahi Tiban, Batam, yang juga adalah Pembina Satgas NTT Peduli Kepri, P. Antonius Faot, CS mengatakan bahwa “kematian ER adalah pernyataan keras bagi kita semua karena secara sengaja atau tidak sengaja, tahu atau tidak tahu kita membiarkan peristiwa itu terjadi.”
“Kematian ER juga adalah panggilan untuk kaum peduli agar semakin peduli sekaligus membuka mata mereka yang belum peduli untuk peduli. ER telah menambah angka korban pelecehan dan eksploitasi dari J. Rusna. Dan itu adalah kejahatan mengerikan.” ucap Pastor Faot
Lanjutnya, “karena itu, saya berharap pihak kepolisian dapat menunjukan keseriusannya dalam menangani kasus kejahatan mengerikan ini. Kepada semua pihak, mari kita kembangkan budaya peduli terhadap sesama,” tegasnya.
Hal yang senada juga disampaikan Ketua Kerukunan Keluarga Larantuka (KKL), Ellyas Kellen.
“Kejadian yang dialami oleh saudari kita, Elisabeth Take Ruron yang menjadi korban kejahatan kemanusiaan yang keji yang kita saksikan saat ini mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita semua para perantau dari NTT.”
“Sangat miris dan menggugah nurani kita untuk lebih sigap, cepat dan tanggap dalam bertindak menangani dengan tuntas persoalan kejahatan kemanusiaan yang terjadi saat ini.” ucap Eliyas
Sambungnya, “Kami meminta kepada pihak kepolisian untuk dapat melakukan tugas sebagaimana mestinya untuk dapat menegakkan hukum dan keadilan bagi kita semua,” tutur Eliyas dengan tatapan mata sembab.
Lanjutnya, “Dan bagi kita semua warga perantau dari NTT dan kepada pihak-pihak yang berkompeten khususnya organisasi kesukuan dari NTT yang berada di Batam, mari kita bekerjasama, bersinergi dengan lebih serius menyikapi persoalan kejahatan kemanusiaan ini dengan kerelaan untuk berbakti sebagai wujud kepedulian dan solidaritas kita sebagai makhluk sosial.”
“Harapan kita agar para oknum yang menjadi pelaku kejahatan kemanusiaan dengan korbannya kebanyakan adalah saudara kita dari NTT agar dapat ditindak secara tegas oleh pihak penegak hukum agar memberikan efek jera sehingga ke depanya kasus demikian tidak terulang lagi.” tutup Eliyas
Penulis: Wasti Naitboho