Asia Terancam Malapetaka Pangan, Ini Penyebabnya

- Redaksi

Jumat, 3 Maret 2023 - 08:59 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

Dibaca 9 kali
facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, Salamtimor.com – Asia Selatan kini menghadapi lebih banyak ketidakpastian terkait cuaca. Kondisi yang berfluktuasi telah memengaruhi produksi biji-bijian di wilayah tersebut, khususnya India, yang menyebabkan berkurangnya ekspor ke negara-negara yang menunggu pasokan.

Tak hanya itu, kekeringan yang membayangi juga bisa membuat India mempertahankan larangan ekspor gandumnya. Hal ini menimbulkan resiko baru bagi wilayah yang sudah menderita krisis pangan.

Departemen meteorologi negara itu sebelumnya mengatakan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat memengaruhi tanaman gandum di negara bagian Punjab dan Haryana, di mana keduanya produsen utama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peluang yang lebih tinggi untuk curah hujan yang lebih sedikit selama musim monsun Juni hingga September, waktu yang sangat penting untuk produksi beras, juga dapat memengaruhi hasil dari pengekspor beras utama dunia.

Menurut Climate Trends, ada kemungkinan 60% kekeringan di India tahun ini karena fenomena cuaca yang disebut El Nino yang memanaskan Samudra Pasifik. Firma riset itu mengatakan negara itu memiliki peluang 3% untuk menerima tingkat hujan di bawah normal dan hanya 10% kemungkinan curah hujan normal.

“Jika negara bagian El Niño benar-benar muncul pada musim panas, kemungkinan besar kita akan melihat musim hujan yang defisit,” kata Raghu Murtugudde, profesor emeritus di University of Maryland, dikutip South China Morning Post, Rabu (1/3/2023).

Itu akan menjadi berita buruk bagi India karena monsun membawa lebih dari 70% curah hujan tahunan anak benua itu dan dampaknya berlangsung sepanjang tahun. Inflasi ritel India naik ke level tertinggi tiga bulan sebesar 6,5% pada Januari, didorong oleh lonjakan tak terduga harga pangan yang dipimpin oleh sereal.

“Begitu harga mulai naik, biasanya akan berlanjut untuk beberapa waktu,” kata Sujon Hajra, kepala ekonom di Anand Rathi Securities. Biasanya, inflasi makanan melemah di awal tahun, tetapi harga biji-bijian dan rempah-rempah telah mengalahkan ekspektasi, tambahnya.

“Sangat mungkin pemerintah India akan mempertahankan larangan ekspor gandum. Pada akhirnya, mereka harus mengontrol harga di dalam negeri,” kata Hajra.

Adapun, India sangat rentan terhadap fluktuasi cuaca, kata para analis, karena sepertiga area produksi gandumnya rentan terhadap tekanan panas dan 65% lahan pertanian negara itu bergantung pada hujan.

Meski begitu, India juga tidak mungkin menghadapi kekurangan pangan karena mempertahankan stok biji-bijian yang besar dan memiliki cadangan devisa yang cukup. Tetapi produksinya yang lebih rendah dapat memperburuk harga dan memperburuk krisis pangan di antara tetangganya yang lebih kecil.

Asia Selatan memiliki salah satu jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di dunia dan masalah terkait cuaca di India menimbulkan risiko baru bagi wilayah tersebut, seperti Bangladesh dan Nepal hingga Sri Lanka dan Pakistan.

Kondisi Indonesia

Ancaman ‘malapetaka’ pangan juga sejatinya tak hanya melanda Asia Selatan saja. Di Indonesia, kondisi serupa tapi tak sama juga terjadi.

Dalam konferensi pers Rabu (1/3/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa musim panen raya yang jatuh pada akhir Februari hingga Maret 2023 terancam cuaca buruk yang memicu banjir dan hujan deras di sejumlah wilayah Indonesia.

“Minggu-minggu terakhir Februari kita masuk masa panen dan akan berlangsung hingga Maret ini akan tetapi pada saat yang sama curah hujan masih tinggi di sebagain besar wilayah Indonesia,” kata Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, dia mengungkapkan kondisi cuaca berpengaruh pada masa panen. Adapun, sejumlah wilayah seperti Mojokerto, Bontang dan Sumbawa, mengalami banjir. (Red. STC)

Artikel ini telah tayang di CNBC Indonesia dengan judul: ‘Malapetaka’ Pangan Ancam Asia, Bagaimana Nasib RI?

Berita Terkait

IDRIP NTT Gelar Rakor Triwulan I Tahun 2024 Tingkat Provinsi
Evaluasi Pelaksanaan Program, IDRIP Provinsi NTT Gelar Rakor Triwulan IV
Pj. Gubernur NTT Bersama 3 Bupati dari NTT Raih Penghargaan IGA 2023
Dibangun Sejak Tahun 2020 Dengan Anggaran Rp. 173 Miliar, SPAM Kali Dendeng Kupang Diresmikan Presiden Jokowi
Diresmikan Presiden Jokowi, RS dr. Ben Mboi Kupang Miliki Fasilitas Canggih dan Cukup Lengkap
IDRIP Wilayah II NTT Bangun Ketangguhan Masyarakat Melalui Program DESTANA di Manggarai Barat dan Alor
Kemenkes Terapkan Inovasi Wolbachia Atasi Penyakit Demam Berdarah
Diprediksi Bertahan Hingga Februari 2024, BMKG Ungkap Dampak El Nino

Berita Terkait

Selasa, 23 April 2024 - 12:46 WITA

IPS gelar Kegiatan Membangun Budaya Literasi Sains, Numerasi, dan Bahasa Inggris Melalui Game Bagi Siswa SD di Desa Kesetnana

Jumat, 5 April 2024 - 20:46 WITA

Mahasiswa IPS Gelar Survey Pangan di Desa Bikekneno

Selasa, 19 Desember 2023 - 11:12 WITA

Lantik 12 Pejabat Eselon II, Bupati TTS: Kita Harus Pertahankan Opini WTP

Minggu, 10 Desember 2023 - 23:03 WITA

Bupati TTS Hadiri Kegiatan Sosialisasi Transparansi PBJ Satuan Pendidikan dan Onboarding UMKM Lokal

Sabtu, 9 Desember 2023 - 12:54 WITA

Tanggap Terhadap Wilayah Terdampak Kekeringan, BPBD TTS Salurkan Air Bersih

Kamis, 7 Desember 2023 - 09:21 WITA

Pemkab TTS Raih Predikat B Akuntabilitas Kinerja Tahun 2023 Setelah Sepuluh Tahun Memperoleh Nilai CC

Selasa, 5 Desember 2023 - 23:52 WITA

Kepsek SMPN Nefotes: YASPENSI Beri Warna Tersendiri Dalam Pendampingan Literasi

Selasa, 5 Desember 2023 - 16:53 WITA

Hadiri Hari Bhakti PU, Bupati TTS Tegaskan ASN Harus Netral Pada Pemilu 2024

Berita Terbaru

TTS

Mahasiswa IPS Gelar Survey Pangan di Desa Bikekneno

Jumat, 5 Apr 2024 - 20:46 WITA